Translate

Selasa, 10 Juli 2012

Konfrontasi dengan Malaysia


Antara tahun 1963-1964 terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang bermula dari pembentukan Federasi Malaysia. Gagasan pembentukan Federasi Malaysia pertama kali dilontarkan Perdana Mentri Malaya, Tengku Abdul Rachman pada 27 Mei 1961. Menurutnya, federasi yang akan dibentuk terdiri dari Malaya, Singapura, Serawak, dan Sabah.
            Pada bulan Oktober 1961 diadakan perundingan antara Perdana Mentri Malaya dan Perdana Mentri Inggris Harold Mc Millan di London, Inggris. Dari hasil pertemuan itu, inggris menyampaikan dukungannya terhadap cita-cita pembentukan Federasi Malaysia. Hal ini disebabkan Malaya merupakan bekas wilayah jajahan Inggris yang terikat dalam British Commonwealth (Persemakmuran Inggris).
            Di lain pihak, rencana pembentukan federasi Malaysia mendapat tentangan dan kecaman dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang pembentukan federasi ini karena memiliki keinginan atas wilayah Sabah di Kalimantan Utara.filipina menganggap Sabah secara historis merupakan milik Sultan Sulu. Indonesia menentang karena menganggap federasi merupakan gagasan Inggris dan bukan gagasan rakyat Malaya, Singapura, Serawak, ataupun Sabah. Selain itu, Inggris dicemaskan akan mengepung Indonesia di sebelah utara. Pembentukan federasi   Malaysia merupakan proyek neokolonialisme yang membahayakan revolusi Indonesia.
            Dalam upaya meredakan ketegangan di antara ketiga Negara, sejak bulan April 1963 dirintis beberapa pertemuan para mentri luar negri Indonesia-Malaya-Filipina. Delegasi ketiga Negara berhasil mencapai pengertian bersama dalam memecahkan persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat dari rencana pembentukan Federasi Malaysia. Upaya damai ketiga Negara ini diperkuat dengan diselenggarakannya KTT Maphilindo (Malaya, Philipina, dan Indonesia) di Manila (Filipina) pada 31 Juli-5 Agustus 1963. Pertemuan ini dihadiri tiga kepala Negara/pemerintahan, yaitu PM Malaya Tengku Abdul Rachman, Presiden Indonesia Ir. Soekarno, dan Presiden Filipina Diosdado Macapagal.
            KTT Maphilindo berhasil merumuskan tiga monument penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila, dan Komunike Bersama. Isi pokok ketiga dokumen tersebut, yakni Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia seandainya rakyat Kalimantan Utara mendukungnya. Untuk keperluan itu, ketiga Negara meminta Sekjen PBB membentuk suatu tim penyelidik.
            Sekjen PBB menunjuk delapan orang secretariat di bawah pimpinan Lawrence Michelmore sebagai tim penyelidik PBB. Mereka mulai bertugas di Malaysia pada 14 September 1963. Sebelum misi PBB ini menyelesaikan pekerjaan dan menyelesaikan pekerjaan dan menyampaikan laporan, tiba-tiba Malaya memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia pada 16 September 1963. Tindakan ini sangat mengejutkan pihak Indonesia dan Filipina.
            Sebagai reaksi proklamasi Federasi Malaysia, rakyat Jakarta mengadakan demonstrasi terhadap Kedutaan Besar Malaysia dan Inggris di Jakarta. Rakyat Malaya membalas dengan berdemonstrasi di depan Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur. Sejak 17 September 1963 hubungan diplomatik Indonesia dan Malaya putus. Puncak konfrontasi kedua Negara semakin tanpak tatkala Indonesia mengumandangkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada 3 Mei 1964 di Jakarta.
Berikut isi Dwikora tersebut .
1)     Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
2)     Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei        menggagalkan Negara boneka Malaysia.
            Untuk melaksanakan Dwikora,dua minggu setelah diumumkan, dibentuk komando gabungan yang dikenal dengan nama Komando Siaga. Susunan pimpinan Komando Siaga adalah sebagai berikut.
1)      Panglima                     :           Marsekal Madya Udara Omar Dani
2)      Wakil Panglima I         :           Laksana Muda Laut Mulyadi
3)      Wakil Panglima II        :           Brigadir Jenderal Achmad Wiranata Kusumah
            Timbulnya Konfrontasi Indonesia-Malaya ternyata merugikan kedua belah pihak. Persahabatan kedua Negara menjadi retak.  Kekuatan perekonomian melemah karena sumber keuangan Negara dialihkan untuk dana perang. Selain itu, citra Indonesia memburuk di mata masyarakat dunia karena Indonesia dinilai telah berani mencampuri urusan dalam negri Negara lain, yang berarti telah melanggar Piagam PBB. Di dalam negri, Konfrontasi Indonesia-Malaya telah menguntungkan PKI. Hubungan Indonesia dengan Negara-negara komunis menjadi semakin erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar