OBJEK
WISATA DI YOGYAKARTA
Karya
ilmiah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas B.Indonesia
Disusun oleh : Hana Fauziah
Kelas: XI IPA 4
SMA 1 PANDEGLANG
Tahun ajaran 2013-2014
i
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang
telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan
kemudahan bagi kami dalam penyusunan karya tulis ini.
Karya ilmiah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang Yogyakarta dan tempat-tempat bersejarahnya, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan melihat secara langsung ke
tempat tujuan. Karya ilmiah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya karya
ilmiah ini dapat terselesaikan.
Karya ilmiah ini memuat tentang Yogyakarta dan tempat
bersejarahnya yang pada bulan Desember kami kunjungi. Walaupun karya ilmiah ini
mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi
pembaca.
Semoga Karya ilmiah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Walaupun karya ilmiah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
ii
Daftar Isi
Halaman
judul………………………………………………............................. i
Kata Pengantar………………………………………………………………… ii
Daftar isi………………………………………………………………………. iii
Kata Pengantar………………………………………………………………… ii
Daftar isi………………………………………………………………………. iii
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang………………………………………………………... 1
1. Rumusan masalah………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….. 1
1.4 Metode………………………………………………………………..... 1
1.5 Kegunaan………………………………………………………………. 2
1.6 Sistematika…………………………………………………………….. 2
1. Rumusan masalah………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………….. 1
1.4 Metode………………………………………………………………..... 1
1.5 Kegunaan………………………………………………………………. 2
1.6 Sistematika…………………………………………………………….. 2
Bab 2
Pembahasan
2.1 Candi
Borobudur…………………………………………………. 3
2.1.1 Gambaran Umum………………………………………… 3
2.1.2 Sejarah Candi Borobudur………………………………… 3
2.1.3 Struktur Borobudur………………………………………. 4
2.1.4 Relief……………………………………………………… 6
2.1.5 Tahapan pembangunan Borobudur……………………….. 7
2.2 Monumen Jogja kembali…………………………………………..
2.3 Kraton Yogyakarta………………………………………………... 13
2.4 Taman Pintar……………………………………………………… 25
2.5 Candi Prambanan…………………………………………………. 25
2.6 Museum Dirgantara……………………………………………….. 27
2.1.1 Gambaran Umum………………………………………… 3
2.1.2 Sejarah Candi Borobudur………………………………… 3
2.1.3 Struktur Borobudur………………………………………. 4
2.1.4 Relief……………………………………………………… 6
2.1.5 Tahapan pembangunan Borobudur……………………….. 7
2.2 Monumen Jogja kembali…………………………………………..
2.3 Kraton Yogyakarta………………………………………………... 13
2.4 Taman Pintar……………………………………………………… 25
2.5 Candi Prambanan…………………………………………………. 25
2.6 Museum Dirgantara……………………………………………….. 27
Bab 3 Penutup
3.1
Kesimpulan……………………………………………………….. 30
3.2
Saran……………………………………………………………… 31
Daftar
Keterangan Gambar…………………………………………………… 31
Daftar
Pustaka………………………………………………………………… 32
iii
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kami memilih kota Yogyakarta karena kota Yogyakarta
adalah tempat obyek wisata yang tidak asing lagi bagi kita sebagai Warga
Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing. Disitu banyak berbagai
tempat-tempat obyek pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai
keunikan tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing.
Tempat-tempat
obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Borobudur, Candi Prambanan, Monumen
Jogja Kembali (Monjali), Keraton Yogyakarta, Malioboro,Taman
Pintar,dan Museum Dirgantara.
1.2 Rumusan
Masalah
Masalah-masalah
yang dibahas di karya ilmiah ini adalah :
1.Bagaimana
sejarah kota Yogyakarta ?
2.Dimana saja
tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan ?
3.Kenapa kota
Yogyakarta dikatakan sebagai kota pariwisata ?
4.Mengapa
kota Yogyakarta disebut juga sebagai kota pendidikan ?
1.3. Tujuan
Tujuan
penulis membuat karya ilmiah tentang Yogyakarta ini adalah
: untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di
sekolah, mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di Jogja, dan dapat
mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada di Jogja. Khususnya bagi
kami, umumnya bagi pembaca.
1.4 Metode
Metode yang
kami gunakan dalam membuat karya ilmiah ini adalah :
1.
Mendengarkan
2. Pengamatan secara langsung
3. Membaca
4. Browsing
5. Diskusi
2. Pengamatan secara langsung
3. Membaca
4. Browsing
5. Diskusi
1
1.5 Kegunaan
Karya
ilmiah ini dapat digunakan untuk :
1.Menambah
wawasan atau pengetahuan yang luas khususnya bagi penulis
sendiri dan umum bagi para pembaca yang budiman.
2. Mengenal
tempat-tempat wisata di Jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia
3. Mengetahui
asal - usul tempat wisata yang ada di jogja.
1.6
Sistematika
Karena
kurangnya pemahaman yang kami miliki dalam mengerjakan karya ilmiah ini, kami
melakukan berbagai cara diantaranya :
1.
Mendengarkan penjelasan bagaimana cara membuat karya ilmiah dari guru
2. Pengamatan
langsung ke objek wisata
3. Membaca
buku yang berkaitan dengan objek wisata
4. Browsing
di internet
5. Berdiskusi
dengan anggota kelompok
2
Bab 2
PEMBAHASAN
2.1 Candi Borobudur
2.1.1 Gambaran Umum
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih
100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
2.1.2 Sejarah Candi Borobudur
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau
abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha
Mahayana pada masa pemerintahanWangsa Syailendra. Candi ini dibangun pada
masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja
Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan
candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun
900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri
dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut
kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi ini
selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung
berapi, sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain
itu, bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama
berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam
masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun
1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar
adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah
Magelang. Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa.
3
maka Raffles segera memerintahkan H.C. Cornelius, seorang
insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit
yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 pria menebang
pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang menutupi bangunan raksasa
tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah rapuh dan bisa runtuh,
maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan tersebut termasuk beberapa
gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang
memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun
1835, seluruh area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada
masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah
Indonesia meminta bantuan UNESCO untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada
tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah Indonesia untuk melakukan
pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO.
Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus
1973. Proses pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi
Borobudur ditetapkan sebagai World Heritage Site atau Warisan
Dunia oleh UNESCO.
Candi
Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri 10 tingkat,
berukuran 123
x 123 meter, tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5
4
meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.10 tingkat itu
terdiri dari;enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk
bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya, yang menghadap kea rah barat. Selain itu
tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Jumlah stupa di
kompleksnya tersebut 594.
Borobudur
yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhabMahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur
menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattvayang harus dilalui untuk
mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
-
Kamadhatu,
bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
-
Rupadhatu, empat
tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari
nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha
diletakkan terbuka.
-
Arupadhatu,
tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang
berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa,
dan bentuk.
-
Arupa, bagian
paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30
batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan
gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi
Hindia
Belanda (kini
Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah
Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi
5
candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan
struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah
Indonesia.
Struktur
Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala. Struktur Borobudur tidak memakai
semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
2.1.4 Relief
Di setiap
tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca
sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya
ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan
cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di
sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah
tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi
menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
6
Adapun
susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah
sebagai berikut.
Bagan
Relief
|
|||
Tingkat
|
Posisi/
Letak
|
Cerita
Relief
|
Jumlah
pigura
|
Kaki candi
asli
|
-
----------
|
Karmawibhangga
|
160 pigura
|
Tingkat I
|
- dinding
|
Lalitawistara
|
120 pigura
|
-----------
|
- ---------
|
Jataka/
awadana
|
120 pigura
|
-----------
|
- langkan
|
Jataka/
awadana
|
372 pigura
|
-----------
|
- ---------
|
Jataka/
awadana
|
128 pigura
|
Tingkat II
|
- dinding
|
Gandawyuha
|
128 pigura
|
-----------
|
- langkan
|
Jataka/
awadana
|
100 pigura
|
Tingkat III
|
- dinding
|
Gandawyuha
|
88 pigura
|
-----------
|
- Langkan
|
Gandawyuha
|
88 pigura
|
Tingkat IV
|
- dinding
|
Gandawyuha
|
84 pigura
|
-----------
|
- langkan
|
Gandawyuha
|
72 pigura
|
-----------
|
jumlah
|
--------------
|
1460 pigura
|
2.1.5 Tahapan
pembangunan Borobudur
- Tahap
pertama
Masa
pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun
bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian
diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
-
Tahap
kedua
Pondasi Borobudur
diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang
langsung diberikan stupa induk besar.
-
Tahap
ketiga
Undak atas
lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga
undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu
stupa besar di tengahnya.
-
Tahap
keempat
Ada perubahan
kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.
2.2 Monumen
Jogja Kembali
Monumen Yogya Kembali atau dikenal oleh masyarakat setempat
dengan istilah “Monjali” dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 yang ditandai
dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk
mendirikan monumen ini dilontarkan oleh Kolonel Sugiarto, selaku Walikotamadya
Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan maksud
sebagai tetenger atau penanda peristiwa sejarah ditariknya tentara
pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini
sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan
pemerintahan Belanda.
Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri
dari tiga lantai ini selesai dibangun dalam waktu empat tahun dan
diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu,
Soeharto. Monumen setinggi kurang lebih 31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang,
Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya
melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan selain memiliki
makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah. Pemilihan lokasi Monumen
Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Yogya, yaitu monumen
terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu,
Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu imajiner ini sering
disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan. Titik imajinernya
sendiri bisa anda lihat pada lantai 3 ditempat berdirinya tiang bendera.
Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana
pengunjung bisa melihat Meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan
dihalaman paling depan anda bisa jumpai Replika Pesawat Guntai dan Pesawat
Cureng yang dipakai.
8
dalam
peristiwa perjuangan ini.
Memasuki halaman museum terdapat dinding yang memenuhi
satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama Pahlawan dimana
pengunjung bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III
antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi
“Karawang-Bekasi” karangan Khairil Anwar.
Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi
dalam beberapa bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air. Di lantai
satu adalah museum dimana terdapat empat ruang museum yang menyajikan
benda-benda koleksi berupa: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai
jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang kesemuanya menggambarkan suasana
perang kemerdekaan 1945-1949. Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan
untuk menggotong Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya,
seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar
Jenderal Soedirman. Konon total koleksi barang-barang dalam museum tersebut
mencapai ribuan.
Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai
satu yang merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan
referensi sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.
Ruang Serbaguna adalah ruangan yang terletak
ditengah-tengah ruangan lantai satu lengkap dengan panggung terbuka-nya.
Setiap hari Sabtu dan Minggu diruangan ini digelar berbagai atraksi diantaranya
tarian klasik, gamelan, musik electone yang memainkan lagu-lagu perjuangan.
Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan oleh umum untuk acara-acara pernikahan,
seminar, wisuda dan lain-lain.
Di lantai 2
bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen,
9
pengunjung bisa melihat 40 buah Relief Perjuangan Phisik
dan Diplomasi perjuangan Bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28
Desember 1949. Pengunjung bisa melihat antara lain relief Jenderal Mayor Meyer
yang mengancam Sri Sultan HB IX pada tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para
pemimpin lain kembali ke Yogyakarta, pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang
menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik
Indonesia, Perayaan Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.
Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama
perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga
17 Agustus 1949 dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama
diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka
menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana
pengunjung bisa menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip
dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu
akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa
sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van
Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul
08.00 dan mengadakan ‘sapu bersih’ terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan
menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda
sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain
seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu
perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai.
Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu
sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya.
Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang
waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap
10
memaksakan
diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah
memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal.
Ditengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang
terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol
Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa
Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita
keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan
radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting
hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB.
Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari
perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda
ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX
bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan
tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei
1949.
Puas mendengarkan penuturan pemandu tentang sejarah
perjuangan bangsa jangan lupa menyempatkan diri ke lantai tiga dari gedung
monumen yang dinamakan Garbha Graha atau Ruang Hening. Dalam ruangan ini
terdapat tiang bendera dengan bendera merah putih terpasang ditengah ruangan.
Terdapat relief di dinding berupa gambar tangan yang dapat diartikan
sebagai perjuangan phisik dan perjuangan diplomasi yang digambarkan dengan
tangan memegang pena. Pemandu akan meminta pengunjung untuk menundukkan kepala
dan berdoa sejenak bagi arwah para pahlawan yang gugur dalam mempertahankan
kemerdekaan dapat diterima di sisi Tuhan sesuai dengan amal baktinya.
Monumen ini sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami
sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan
setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan. Disini
pengunjung
11
akan disegarkan kembali ingatannya akan sejarah
perjuangan bangsa dan mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dibalik perjuangan itu.
Tidak salah apabila anda mengunjungi monumen ini bersama keluarga karena selain
semua tempat yang telah disebutkan monumen ini juga dilengkapi dengan taman
yang terletak di bagian barat dan timur. Beberapa pentas seni seperti keroncong
dan campur sari sering diselenggarakan ditaman monumen ini terutama dalam
perayaan-perayaan seperti Hari Raya Idul Fitri.Monumen ini dibuka setiap hari Selasa
- Minggu pada jam 08.00 – 16.00 WIB tetapi pada masa liburan sekolah monumen
ini juga buka pada hari Senin dari jam 08.00 – 14.00 WIB. Dengan biaya masuk Rp
5.000 untuk dewasa dan Rp 7.500 untuk wisatawan asing tempat ini layak untuk
dijadikan tempat kunjungan wisata anda bersama keluarga.
2.3 Kraton
Yogyakarta
1.3
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta dikenal secara umum oleh
masyarakat sebagai bangunan istana salah satu kerajaan nusantara. Keraton
Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Yogyakarta sampai tahun 1950
ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kesultanan
Yogyakarta (bersama-sama Kadipaten Paku Alaman) sebagai sebuah daerah
berotonomi khusus setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon
13
adalah bekas
sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan
untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan
Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah
hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam diPesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta
memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara),
Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul
Tata Ruang dan Arsitektur
Arsitek
istana ini adalah Sultan Hamengku Buwono I sendiri, yang merupakan pendiri dari
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur
dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda - Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang
menganggapnya sebagai "arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta".
Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar
landscape kota tua Yogyakarta[6] diselesaikan antara tahun 1755-1756.
Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya.
Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran
dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku
14
Buwono VIII
(bertahta 1921-1939).
1.4
Koridor di
Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene dan Gedhong Purworetno
Dahulu bagian
utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai
di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari
utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya
15
terdapat
sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di
luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara
lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana
Menteri), dan Pasar Beringharjo.
Arsitektur
Umum
Secara umum
tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai
selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu.
Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan
dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu
terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya
terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono.
Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis,
Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya
berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo
terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup
dinding dinamakanGedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa
kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada
perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.
Permukaan
atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan,
serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap
atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun
yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat
16
dari kayu
memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal
Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi
Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu
alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas.
Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai
biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat
lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai
utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi
yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap
bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh
Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
Keraton
Yogyakarta juga mempunyai bangunan-bangunan yang berada di luar lingkungan
Keraton itu sendiri. Bangunan-bangunan tersebut memiliki kaitan yang erat dan
boleh jadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Tugu Golong
Gilig
Tugu golong
gilig atau tugu pal putih (white pole) merupakan penanda batas utara kota tua
Yogyakarta. Semula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat (gilig) dengan
sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunan ini mengingatkan pada Washington
Monument di Washington DC. Pada tahun 1867 bangunan ini rusak (patah) karena
gempa bumi yang juga merusakkan situs Taman Sari. Pada
17
masa
pemerintahan Sultan HB VII bangunan ini didirikan kembali. Namun sayangnya
dengan bentuk berbeda seperti yang dapat disaksikan sekarang (Januari 2008).
Ketinggiannya pun dikurangi dan hanya sepertiga tinggi bangunan aslinya.
Lama-kelamaan nama tugu golong gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan
seiring penyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.
Panggung
Krapyak
Panggung
krapyak dibangun oleh Sultan HB I dan saat ini merupakan benda cagar budaya.
Gedhong panggung, demikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu bata
dengan tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebal dindingnya mencapai 1 m.
Bangunan ini memiliki 4 pintu luar, 8 jendela luar, serta 8 pintu di bagian
dalam. Atap bangunan dibuat datar dengan pagar pembatas di bagian tepinya.
Untuk mencapainya tersedia tangga dari kayu di bagian barat laut. Bangunan
bertingkat ini disekat menjadi 4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan
sebagai lokasi berburu menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga kerajaan.
Berlokasi
dekat Ponpes Krapyak, konon tempat Gus Dur (presiden IV) pernah menimba ilmu,
bangunan di sebelah selatan Keraton ini menjadi batas selatan kota tua
Yogyakarta. Namun demikian, bangunan ini lebih mirip dengan gerbang
kemenangan, Triumph d’Arc. Kondisinya sempat memprihatinkan akibat gempa
bumi tahun 2006 sebelum akhirnya direnovasi. Setelah renovasi bangunan ini
diberi pintu besi sehingga orang-orang tidak dapat masuk kedalamnya.
Kepatihan
Dalem
Kepatihan merupakan tempat kediaman resmi (Official residence) sekaligus
kantor Pepatih Dalem. Di tempat inilah pada zamannya diselenggarakan
kegiatan pemerintahan sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945 kantor Perdana
Menteri Kesultanan Yogyakarta ini menjadi kompleks kantor Gubernur/Kepala
Daerah Istimewa dan PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa bangunan.
18
lama tempat
ini juga dapat dilihat pada Gedhong Wilis (kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu
(dulu digunakan sebagai gedung pengadilan Bale Mangu, sebuah badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan umum), dan Masjid Kepatihan.
Sekarang tempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro.
Pathok Negoro
Mesjid Pathok
Negoro yang berjumlah empat buah menjadi penanda batas wilayah ibukota (?).
Lokasi masjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (batas barat),
Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Babadan (batas timur). Pendirian masjid
ini juga memiliki tujuan sebagai pusat penyiaran agama Islam selain masjid raya
kerajaan. Kedudukan masjid ini adalah setingkat dibawah masjid raya kerajaan.
Ini dapat dilihat dari kedudukan para imam besar/penghulu (jw=Kyai Pengulu)
masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah, badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalam lingkungan peradilan agama Islam, dimana imam besar
masjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu) menjadi ketua mahkamah.
Bering Harjo
Pasar Bering
Harjo merupakan salah satu pusat ekonomi Kesultanan Yogyakarta pada zamannya.
Berlokasi di sisi timur jalan Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sampai saat ini
menjadi salah satu pasar induk di Yogyakarta. Sekarang pasar ini jauh berbeda
dengan aslinya. Bangunannya yang megah terdiri dari tiga lantai dan dibagi
dalam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh jalan kecil. Namun demikian
pasar yang berada tepat di utara benteng Vredeburg ini tetap menjadi sebuah
pasar tradisional yang merakyat.
19
Warisan
Budaya
Selain
memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian
sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah
upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan
upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman
kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya
Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak asing.
Tumplak Wajik
Upacara
tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara
yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu
upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan
musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu
lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
Garebeg
Upacara
Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahunkalender/penanggalan Jawa
yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal
(bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari
tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang
disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri
dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden
Pawohan, Pareden Gepak,
20
dan Pareden
Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun
sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan
kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang
berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa
perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti
keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari
makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk
lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak
pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan
pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang
dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga
ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan
gepakberbentuk seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya
datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun
memiliki permukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan terakhir tidak
ditempatkan dalam jodhang
melainkan
hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan
kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan
asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini
tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk
di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg
Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka
yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada
kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden
kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu
buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi.
21
sedekah
pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah
satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka
ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
Sekaten
Sekaten
merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan
sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata
Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten
dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur
Madudan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan
di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe.
Selama tujuh
hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan
tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai
perayaan sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk,
melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah
itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi.
Akhirnya pada
hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego
Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah)
merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih
pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini
selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang
dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
Upacara
Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan
pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki
22
upacara
tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan
Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat
Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di selenggarakan
di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng
Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi initertutup untuk
umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua
dan ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto
Wijayan yang dibersihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai
Jimat, kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan
setiap tahun. Kereta kuda lainnya dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi
(dalam setahun hanya satu kereta yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun
dilakukan pemangkasan dan perapian ranting dan daun Waringin
Sengker yang berada ditengah-tengah lapangan. Lokasi terakhir adalah di
pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaitu Kyai
Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan keempat masyarakat umum
dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah
upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai
Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda
milik Sultan seperti nyamping (kain batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya
di-larung (harfiah=dihanyutkan). Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi
(Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari
2008 dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenal
dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo Kabupaten Bantul
dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian
diperebutkan oleh masyarakat.
23
Pusaka
Kerajaan (Royal Heirlooms)
Regalia
Regalia merupakan
pusaka yang menyimbolkan karakter Sultan Yogyakarta dalam memimpin negara
berikut rakyatnya. Regalia yang dimiliki oleh terdiri dari berbagai
benda yang memiliki makna tersendiri yang kesemuanya secara bersama-sama
disebut KK Upocoro. Macam benda dan dan maknanya sebagai berikut:
Banyak (berwujud
angsa) menyimbolkan kelurusan, kejujuran, serta kesiap siagaan serta ketajaman;
Dhalang (berwujud
kijang) menyimbolkan kecerdasan dan ketangkasan;
Sawung (berwujud
ayam jantan) menyimbolkan kejantanan dan rasa tanggung jawab;
Galing (berwujud
burung merak jantan) menyimbolkan kemuliaan, keagungan, dan keindahan;
Hardawalika (berwujud
raja ular naga) menyimbolkan kekuatan;
Kutuk (berwujud
kotak uang) menyimbolkan kemurahan hati dan kedermawanan;
Kacu
Mas (berwujud tempat saputangan emas) menyimbolkan kesucian dan kemurnian;
Kandhil (berwujud
lentera minyak) menyimbolkan penerangan dan pencerahan; dan
Cepuri (berwujud
nampan sirih pinang), Wadhah Ses (berwujud kotak rokok),
dan Kecohan (berwujud tempat meludah sirih pinang) menyimbolkan
proses membuat keputusan/kebijakan negara. KK Upocoro selalu
ditempatkan di belakang Sultan saat upacara resmi kenegaraan (state ceremony)
dilangsungkan. Pusaka ini dibawa oleh sekelompok gadis remaja yang disebut
dengan abdi-Dalem Manggung.
24
2.4 Taman
Pintar
Taman Pintar
Yogyakarta adalah wahana wisata yang terdapat di pusat Kota Yogyakarta,
tepatnya di Jln. Panembahan Senopati No. 1-3, Yogyakarta, di kawasan Benteng Vredeburg. Taman ini memadukan tempat wisata
rekreasi maupun edukasi dalam satu lokasi. Taman Pintar memiliki arena bermain
sekaligus sarana edukasi yang terbagi dalam beberapa zona. Akses langsung
kepada pusat buku eks Shopping Centre juga menambah nilai lebih Taman Pintar.
Beberapa tahun ini Taman Pintar menjadi alternatif tempat berwisata bagi
masyarakat Yogyakarta maupun luar kota.[1]
Taman ini,
khususnya pada wahana pendidikan anak usia dini dilengkapi dengan teknologi
interaktif digital serta pemetaan video yang akan memacu imajinasi anak serta
ketertarikan mereka terhadap teknologi. Pada saat ini ada 35 zona dan 3.500
alat peraga permainan yang edukatif.
2.5 Candi
Prambanan
Candi
Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang yang terletak
diPrambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa, kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di
desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini
dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni: Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama setelah dibangun, candi
ini ditinggalkan dan mulai rusak.
25
Renovasi
Pada tahun
1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda, kemudian
pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu
dan tanah dari bilik candi. beberapa saat kemudianIsaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu
candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala
(Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis
dan sistematis, sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan
dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran
kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun
1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun
1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia
dan itu berlanjut hingga tahun 1993.
Banyak bagian
candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang
dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi
apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi
kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.Sekarang, candi
ini adalah sebuah situs yang
dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1991. Antara lain
hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa,
misalkan juga dalam situasi peperangan.
Candi
Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, tinggi bangunan utama adalah
47m.Kompleks candi ini terdiri dari 8 kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil.Tiga candi
utama disebut Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa sang Penghancur, BataraWisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta.
26
Candi Siwa di
tengah-tengah, memuat empat ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin. Sementara yang pertama memuat
sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter, tiga lainnya
mengandung arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca Durga, sakti atau istri Batara Siwa, Agastya,
gurunya, dan Ganesa, putranya.
Arca Durga
juga disebut sebagai Rara atau Lara/Loro Jongrang (dara
langsing) oleh penduduk setempat. Untuk lengkapnya bisa melihat di
artikel Loro
Jonggrang.Dua candi
lainnya dipersembahkan kepada Batara Wisnu, yang menghadap ke arah utara dan
satunya dipersembahkan kepada Batara Brahma, yang menghadap ke arah selatan.
Selain itu ada beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang
lembu Nandini, wahana Batara Siwa, sang Angsa, wahana Batara Brahma, dan sang Garuda, wahana Batara Wisnu.
Lalu relief di sekeliling dua puluh tepi candi
menggambarkan wiracaritaRamayana. Versi yang digambarkan di sini
berbeda dengan Kakawin Ramayana Jawa Kuna, tetapi mirip dengan
cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks
candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda dan
disebut perwara. Di
dalam kompleks candi Prambanan terdapat juga museum yang menyimpan benda
sejarah, termasuk batu Lingga batara Siwa, sebagai lambang
kesuburan.Salah satu dari candi dalam
2.6 Museum
Dirgantara
Museum
ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini
banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa
27
Indonesia
serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat
diorama juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa
perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang
yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara.
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara.
28
itu
ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan
Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung
lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum
dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya
ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum pemindahan
dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi
Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung
itu.
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala.
Lokasi Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di
bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.Bangunan,
Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang
digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang. Koleksi, Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara
lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur,
pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata
tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung tokoh
TNI Angkatan Udara.
29
Bab 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
bacaan diatas dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta memiliki banyak sekali tempat
wisata yang unik dan mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat
yang indah. Dan semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena
dengan mengetahui tempat-tempat wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan
menambah ilmu pengetahuan.
3.2 Saran
Mungkin
inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak
kesalahan dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat
salah dan dosa dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga
mengucapkan terima kasih atas guru guru yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
30
Daftar
Keterangan Gambar
1.0 Struktur
Borobudur
1.1 Borobudur keseluruhan
1.2 Bangunan MONJALI keseluruhan
1.3 Atap Kraton
1.4 Koridor di Kraton
1.5 Keadaan di dalam Museum Dirgantara
1.1 Borobudur keseluruhan
1.2 Bangunan MONJALI keseluruhan
1.3 Atap Kraton
1.4 Koridor di Kraton
1.5 Keadaan di dalam Museum Dirgantara
31
Daftar
Pustaka
Atikah
Anindyarini, dkk. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
__________.
2012. Karya Wisata. Garut: SMPN 1 Tarogong Kaler.
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Borobudur
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sejarah
DIY
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Pintar_Yogyakarta
32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar